Sunday 10 June 2007

SINETRONMU SINETRONKU KAH?

Malam Minggu ini aku dibuat rada jengkel oleh asisten-asisten kakakku. Masalahnya cuma sepele : rebutan tv. Asisten yang jumlahnya dua orang itu pengennya nonton sinetron sedangkan saya apa saja asal bukan sinetron, lagu-lagu mungkin, padahal saya pengen banget nonton Spiderman 3 tapi setiap kali pegang kaset DVD bajakan keponakan saya yang berusia dua tahun selalu bilang, “Pongbob aja,” atau “Dola aja” atau “film anak-anak aja.” Padahal saya sudah memperlihatkan action si Spydie yang sedang berayun-ayun tapi kelihatannya ponakan saya yang imut itu ga terlalu tertarik. Cape, deh…. Akhirnya DVD tidak jadi diputar karena sang keponakan lebih memilih nonton bareng sang ayah di kamar dingin. Dan saya juga tidak jadi nonton Spiderman karena kekuasaan remote sudah dipegang si asisten. It’s okey, paling jam delapan atau sembilan mereka sudah capek dengan jalan cerita sinetron dan akhirnya menyerahkan remote control kepada saya, begitu saya berpikir. Tetapi apa yang disangka mereka nonton sampai jam sebelas malam dari sinetron ke sinetron dari channel tv A ke channel tv B, tv C, tv D balik lagi ke C terus B begitu seterusnya. Akhirnya saya nyerah, dengan nada sinis saya bertanya, “Lho, koq sinetron terus, apa ga ada yang lain?” dan jawaban salah satu asisten, “Yang ini lucu om.” Tapi sepanjang pendengaran saya yang terdengar adalah isak tangis dan adu mulut dengan satu masalah klise : rebutan pacar, tamak harta.


Bukannya saya tidak senang dengan sinetron, saya akui kalau saya pernah menyukai sinetron - dari sinetron pula saya baru mengetahui efek buruk buah-buahan bagi penderita gagal ginjal- dan rela membuang waktu pada jam-jam tertentu demi nonton sinetron tersebut tapi berhubung cerita sinetron tersebut sambung menyambung dari satu masalah yang hampir selesai ke masalah baru, akhirnya menjadi membosankan.

Sebenarnya kekuatan apa yang membuat orang-orang betah nonton sinetron? Pertanyaan umum yang jawabannya mudah di dapat. Klise. Jawabannya adalah karena penonton butuh hiburan ringan, para pemainnya yang cantik dan ganteng, karena tidak ada pilihan lain selain nonton sinetron, .... (apa lagi, ya?) tapi yang jelas sepertinya semua sinetron yang sekarang sedang tayang di semua tv di Indonesia, ide cerita bahkan jalan ceritanya adalah jiplakan belaka dari sinetron atau film-film Hollywood, Bollywood, Taiwan, Korea, Jepang. Dan itu bukan rahasia umum lagi, lalu bagaimana dengan kreatifitas penulis sinetron Indonesia? Mandeg? Atau mati suri?

Tidak terasa jam menunjukkan pukul 23.42, sepertinya si mbak-mbak asisten sudah tertidur di depan tv, tapi 105.8 Ramako FM masih mendendangkan lagu-lagu berirama jazzy dalam jazzy on magic. Tutup dulu ah, mau tidur. Selamat malam....Jakarta....

PERNAK PERNIK DUNIA KLENIK

"Papi, bagi duitnya.”
”Uang lagi-uang lagi, awal bulan kemarin sudah papi kasih tujuh ratus ribai, malah kamu beliin jimat, sekarang untuk apa lagi?” Tanya papi tanpa memalingkan wajahnya dari Kompas.
”Begini, pi, kemarin ada temen yang ngenalin Riko ke kyai. Kata teman Riko kyai ini bisa buka aura, pi. Katanya, aura Riko gelap ga ada putih-putihnya dikit. Katanya pula, aura bisa mempengaruhi seseorang, entah itu rezekinya, jodohnya atau macem-macem yang lain.”
”Trus, kamu minta uang buat buka aura, b’gitu?”
”Seratus buat papi.”
”Riko-Riko, rugi dong papi nyekolahin kamu ke Amerika jurusan IT kalau ternyata kamu masih percaya sama klenik.”
”Ya ampun, papi...Ronald Reagen saja percaya sama paranormal apalagi Riko yang lahir di Indonesia yang negara paranormal.”
“Papi, klenik, paranormal, cenayang, voodoo, dukun itu ga bisa dibanding-bandingin sama teknologi. Mereka punya dunia sendiri, Papi.”
”Atau jangan-jangan papi ga seneng Riko dapet kerja? Pi, karena aura Riko gelap, Riko jadi susah dapet kerja, kalo dibawa orang aja pasti juga cepet bosan di kantor, pasti banyak masalah ya karena aura gelap itu papi. Papi tau kan kalo Riko putus sama Dian Sastro ya karena aura gelap itu Papi.”
”Riko, anak ayah tersayang...dia itu kyai gadungan. Kalau dia kyai beneran dia pasti ngajak kamu sholat, ke masjid, ngaji, dengerin pengajian...kalo pengen dapet kerja selain apply sholat hajat juga, sholat tahajut. Bukannya ngomongin soal aura.
”Udah deh, Pi, ini mumpung ada kesempatan. Dia konsultasinya gratis, Papi juga boleh ke sana kalau mau jangan lupa mandi air garam tujuh kali dulu pesannya, setelah itu dia bisa nanganin Papi. Ya, pi....”
”Nggak, nggak ada`duit. Aura...! Aura..! Aurat ’kali? Kata papi mengakhiri diskusi meninggalkan Riko terbengong ga percaya.
Lho koq begitu...?

UN RIWAYATMU KINI....

Ujian Nasional semua jenjang pendidikan sudah selesai, tinggal menunggu pengumuman kelulusan di bulan ini. Tidak seperti tahun kemarin demonstrasi penolakan terhadap pengadaan UN berlangsung sepi. Yang terdengar malahan aksi para guru yang membocorkan kecurangan terhadap pelaksanaan UN, seperti kesaksian pembocoran soal-soal UN hingga kong kalikong antara sekolah dengan pengawas agar si murid bisa saling mencontek.

Terlintas kenangan sewaktu saya masih di bangku sekolah dasar dulu. Beberapa hari sebelum pelaksanaan ujian nasional (pada saat itu masih disebut EBTANAS), guru saya memprogram sikap urutan duduk semua peserta ujian. Semua anak yang pintar (setidaknya sepuluh besar) harus duduk di depan, mereka juga diberikan soal-soal latihan (try out EBTANAS) tahun-tahun kemarinpada saat jam istirahat, dengan kata lain mereka diberi tanggung jawab yang lebih besar dibanding dengan murid-murid lain yang memiliki kepandaian rata-rata atau lebih bodoh.
Sikap duduk yang saya maksud adalah : semua siswa yang duduk di depan siswa yang lain harus menyodorkan kertas jawaban agak kesamping sehingga siswa yang di belakang bisa melihat sedikit sedangkan posisi duduk harus terlihat selumrah mungkin (sikap duduk seperti ini membuat sakit pinggang danterlihat aneh di mata pengawas, hehehe...). kecuali yang di belakang sendiri bisa duduk dengan nyaman tapi harus rela di cap sebagai anak bodoh. Sebenarnya apa yang dicari oleh sekolah? Saya sendiri tidaktahu secara pasti tetapi sepertinya ingin dianggap sebagai sekolah unggul yang bisa meluluskan murid-muridnya dengan nilai yang bagus. Walhasil, sekolah SD saya menduduki peringkat ke lima se-kabupaten karena nilai kelulusan yang sangat bagus.

Cerita dibalik UN/EBTANAS adalah : atas inisiatif sendiri, kami, siswa-siswa kelas enam, berencana untuk memasukkan segenggam tanah kuburan kedalam vas bunga di atas meja pada saat pelaksanaan ujian. Kabarnya tanah kuburan sangat ampuh sekali untuk membuat orang didekatnya terkantuk-kantuk. Dan kelihatannya it works, it really works! Selama mengawasi ke dua guru dari sekolah lain selalu menguap selama jam ujian. Sayangnya tidak sampai membuat mereka tidur. PS: sehari sebelum ujian ibu meminta saya untuk tengkurap di tengah pintu dan melangkahi saya (kurang lebih tiga kali), katanya unttuk tolak bala dan agar saya sukses. Hi..hi…hii..jadi malu,nih. Sebenarnya saya sudah menolak tapi ibu berkata di depan kakak-kakak saya bahwa mereka dulu juga mengalami hal yang sama sebelum ujian. Tapi berani sumpah saya belum pernah melihat ibu melangkahi kakak-kakak saya seperti itu, mungkin karena saya ndableg dan agak o’on lah yang membuat ibu melakukan ritual itu.

Beberapa tahun berganti, tahun ini giliran keponakan-keponakan saya yang menghadapi UN. Seorang keponakan yang bersekolah di SMP negeri terfavorit di kabupaten tempat saya dilahirkan mengirim SMS kepada saya yang isinya beberapa soal dan jawaban ujian nasional Bahasa Inggris, dan itu dilakukan tepat pada saat tes berlangsung. GILA! Begitu teledornya sang pengawas atau sebegitu kendornyakah pengawasan sehingga dia bisa berulang kali mengirim SMS pertanyaan ditambah missed call bila jawaban lama tak kunjung tiba. Ck…ck…ck….setelah UN, siswa dihadapkan dengan UAS, kali ini selain minta tolong untuk mata pelajaran Bahasa Inggris sang keponakan juga bertanya tentang bahasa Jawa, keponakan saya pindah ke Jawa saat kenaikan kelas tiga untuk menemani neneknya (ibu saya) yang kesepian di rumah, juga melalui SMS. Pertanyaan kembali diulang : apa yang sekolah cari? Jawabannya sama, saya tidak tahu. Tapi seperti keponakan saya katakan sebelum pelaksanaan UN, ini sejenis kerja sama anatara sekolahdengan pengawas agar murid-murid diberikan kelonggaran sehingga mereka bisa mencapai nilai yang ditargetkan pemerintah yang akibatnya semua siswa bisa lulus sekolah.

Wah, kalau caranya begitu bagaimana negara kita bisa maju, ya? Ketika pemerintah ingin meningkatkan kualitas penduduk dengan mentargetkan sejumlah angka standar kelulusan, ada orang-orang tertentu yang ingin mensukseskannya tapi dengan cara yang salah.
Bingung, bingung kumemikirkan....

Sunday 3 June 2007

APA SALAH MEREKA ?

Pagi tadi, seperti pagi – pagi sebelumnya, keponakanku yang berusia satu tahun sabu bulan jalan – jalan dengan mbak yang momong. Seperti pagi – pagi kemarin kostumnya pun juga sama (pastinya ganti warna, bro), jilbab putih, celana panjang, dan jacket bertudung, membuat dia tampak lebih cantik karena kulitnya yang putih.


Baru beberapa langkah keluar pagar seorang yang lewat berkomentar, ” lho, Cina kok pake jilbab?”. Keponakan saya memang agak sipit dibanding kakak lakinya yang bermata lebih sipit, berkulit putih lebih tinggi dari anak –anak seumurnya. Maklum, bapak ibunya juga begitu, mata sipit mungkin di dapat dari garis keturunan sang bapak yang masih keturunan campuran Tiong Hoa – Jawa – Kalimantan. Yang jadi pikiran saya, apakah dilarang seorang Cina pakai jilbab? Ngga ada Perdanya, kan.

Olok-olok atau sekedar komentar berbau rasis seringkali saya dengar sejak saya kecil. Yang pertama adalah kakak saya yang sedang bersepeda diejek anak-anak yang berpapasan dengannya, hanya satu kata tapi diucapkan dengan intonasi tajam dibumbui dengan kecemburuan sosial pada warga keturunan. Mereka hanya bilang: Singkek, satu kata yang berarti Cina – karena kecemburuan sosial pada waktu itu (80-90an), pribumi sering menganggap sebagai kata yang berarti negatif - ke arah kakak saya yang memang putih dan berkaca mata sejak SD. Tapi syukurlah, kakak saya malahan bangga dengan itu, ”orang Cina kan kaya-kaya.” demikian dia memberi alasan. Demikian pula ibu saya yang dikira warga keturunan sehingga ”diperlakukan” agak berbeda hanya karena
berbeda warna kulit saja.

Tidak terasa sembilan tahun sudah era reformasi berjalan, semua peraturan yang berhubungan dengan warga keturunan diperbaiki, ataupun dihilangkan, contohnya warga keturunan sudah bisa lagi ke klenteng dengan tenang, kita bisa melihat naga-naga besar setiap tahun baru Cina, kue bulan juga bertebaran. Tapi ternyata reformasi hanya berjalan pincang. Warga keturunan masih saja merasa dipersulit. Ambil contoh : pembuatan KTP yang harus disertai dokumen macam-macam, pembuatan paspor yang harus dilampiri SKBRI maupun surat ganti nama. Walah! Repot sekali. Konon kabarnya SKBRI sudah tidak dipakai lagi tapi dalam pelaksanaannya petugas imigrasi masih menanyakannya sebagai cek dan recek.
Wah, kalu begini sebenarnya sudahkah kita berBhineka Tunggal Ika, ketika warga masih bernomor satu dan dua?
Hayo, siapa yang bisa jawab?

DEMI UANG KUJUAL "ANU" KU

Jadi ini Beng-Beng yang ke seratus enambelas. Gila! Perutku kuat banget, padahal biasanya kalau nggak terbiasa makan coklat, perut akan melilit walhasil mencret – mencret terus. Demikian kata ibu. Tapi, just look at me, man, I’m fine. Ibu memang orang yang paling cerewet sedunia semenjak aku pindah makanan pokok dari nasi ke coklat beng – beng, alasannya cuma satu : demi kesehatan! Tapi demi satu milyar siapa perduli kesehatan.
Sudah hampir setengah bulan ini aku menkomsumsi beng-beng dan minum Nu (green tea) demi uang semilyar dan laptop baru, sejauh ini yang sudah kudapat (Alhamdulillah) adalah empat Beng-Beng gratis, yang aku sendiri tidak tahu harus kemana kutukar bungkus itu, dan ucapan – ucapan pengobar semangat seperti : ANDA BELUM BERUNTUNG!, JANGAN NYERAH!, COBA LAGI!, dari Nu Green tea. Bukan rahasia pribadi lagi kan kalau rezeki, jodoh, mati sudah ditentukan oleh yang di atas sana, tinggal menunggu waktu saja. Maksudnya, mungkin minggu ini aku belum dapat, siapa tahu minggu depan kan kudapat laptop baru plus HP 3 G ditambah Mp4 plus hadiah tambahan uang semilyar. Wow, keren!

Pengalaman hunting hadiah yang paling menyenangkan saya alami sewaktu masih SD dulu. dengan keluguan seorang bocah, saya harus berebut dengan pemulung yang mencoba mengais object yang sama, bungkus teh kotak! Saya berebutan mengumpulkan bungkus teh kotak untuk mengambil logo tetra pack ultra jaya. Kalau sudah in action, saya persis pemulung itu, yang membedakan hanyalah tujuan hidup kami. Si pemulung mengumpulkan bungkus itu demi sesuap nasi kalau saya demi sebuah sepeda BMX terbaru.

Cowok matre? mungkin benar juga tapi ini materi dari hasil sendiri. Bagiku, adalah najis meminta-minta pada orang lain (walaupun tetap ngarep). Jaim, lah. Maka dari itu, aku rela makan Indomie hampir tiap hari sewaktu kos dulu (sampai hampir terkena radang tenggorokan) dan ngumpulin bungkus – bungkus yang dibuang teman-teman kos di tempat sampah, hasilnya tidak mengecewakan, satu dus aqua dan empat tas kresek ukuran besar penuh bungkus indomie berhasil kukumpulkan. Itulah perjuangan mendapatkan uang, setidaknya mobil keren pasti kudapat demikian imajinasiku berkata. Tapi, hingga aku wisuda dan bungkus – bungkus indomie menjadi rumah si Cit-cit tidak ada lagi penyelenggaraan undian berhadiah dari P.T. Indofood Sukses Makmur produsen Indomie. Cape deh! Satu yang kurasakan, sedih banget ketika tanpa sepengetahuanku bungkus – bungkus itu dibuang teman kosku...good bye my love....

But, the show must go on (kata Fredy Mercury), perjuangan belum berakhir. Semangat – semangat! Dimana ada keinginan disitu pasti ada jalan, doakan saya! Mohon kerja samanya.