KETIKA SAKURA MEKAR DI BOGOR
*) sebenarnya tulisan ini akan ku ikutsertakan (atas nama teman) dalam lomba mengarang umum dalam rangka memperingati hari tanpa tembaku yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran UGM. tapi karena satu dan lain hal terpaksa gagal, ya sudah dipasang di blog aja.

Seingat saya bapak sudah batuk sejak saya SD, dan setiap batuk seringkali diakhiri dengan ludah yang sangat kental hingga susah sekali disiram jadi harus digosok. Kakak-kakak perempuan saya yang notabene harus membersihkan rumah seringkali komplain dengan kebiasaan bapak yang satu ini karena bapak meludah di sembarang tempat di halaman ataupun di tempat mencuci piring.
Sakit batuk ini didapat, kami menduga, karena kebiasaan merokok bapak, yang kata ibu juga, sudah dilakukan sejak masih perjaka. Maklum sebagai orang yang dilahirkan di “gunung”, merokok adalah kebiasaan, entah itu sebagai pengusir dingin, teman nongkrong atau hanya untuk iseng saja. Saya ingat bapak selalu membeli tidak hanya satu atau dua kotak rokok tetapi satu karton rokok kretek cap kerbau, kalau tidak salah produksi Gudang Garam. Bapak memang perokok berat, katanya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok. Bapak selalu merokok disembarang tempat tidak perduli ada anak kecil atau tidak, di tempat umum atau di kamar tidur. Salah satu kebiasaan bapak yang paling dibenci seluruh keluarga adalah ketika bapak meokok di WC, selain puntungnya dibuang di lobang WC, bau yang ditinggalkan oleh asap rokok seringkali membuat pusing apalagi ketika disemprot dengan pengharum ruangan, tetap saja bau tidak hilang. Selain batuk, ludah, bau akibat asap rokok yang ditinggalkan, ada lagi yang sangat mengganggu kami, istri dan anak-anaknya, - bapak tidak pernah merasa mengganggu orang lain yang disebabkan kebiasaan merokoknya - yaitu bau mulut dan bau badan yang menempel seperti prangko. Seringkali kami harus mengingatkan bapak untuk memakai parfum dan menanyakan apakah sudah gosok gigi atau belum. Ini sangat penting sekali untuk sosialisasi di masyarakat, kami tidak ingin mendengar tetangga bergosip hanya tentang bau badan bapak yang pastinya bisa merusak citra bapak sebagai orang yang sangat dihormati karena bapak adalah mantan pejabat disebuah departemen. Tapi, gelar mantan pejabat yang disandang bapak malah menjadi bumerang bagi kami, kenapa? Karena bapak dengan sangat mudah mendapatkan rokok gratis disetiap jamuan, baik itu selamatan orang meninggal, rapat RT/RW, rapat kelurahan atau hanya sekedar arisan bulanan, dan kami semakin kewalahan menghadapi ini akibatnya skor selalu 0-1 untuk bapak. Sebenarnya tidak lelah-lelahnya kami, sebagai orang-orang terdekatnya meminta bapak untuk berhenti merokok, tetapi bapak selalu saja diam yang berarti tidak setuju dengan pendapat kami. Seringkali ibu dan kakak perempuan saya menyembunyikan satu dua bungkus rokok tapi sebagai balasan bapak selalu membeli beberapa bungkus lagi, atau ketika saya membanding-bandingkan bapak saya yang perokok dengan tetangga saya yang anggota DPRD aktif yang bukan perokok, jawaban bapak adalah lain ladang lain belalang, kalau sudah begitu mau apa lagi? Walhasil, kami membiarkan bapak dengan rokoknya, toh yang repot dan menderita juga bapak. Kami pikir mungkin bapak akan selamanya menjadi perokok
Tahun 1990 an, bapak berencana naik haji, tak disangka tak dinyana keinginan tersebut memunculkan keinginannya untuk berhenti merokok dan juga melahirkan kesadarannya akan pentingnya kesehatan seiring bertambahnya usia. Pada awalnya usaha bapak untuk berhenti merokok adalah mengurangi jumlah rokok yang dihisap setip hari, sebagai gantinya bapak menghisap permen Bliss atau permen rasa mentol yang isis dan ibu wajib menyediakan jajanan setiap hari. Tidak berat, setidaknya karena untuk kebaikan bersama. Tahun 2002, Allah mengizinkan bapak dan ibu menunaikan rukun Islam yang kelima, pada saat itu bapak sudah berhenti total dari merokok, meskipun batuk dan ludahnya masih kental serta ketiaknya terlihat putih akibat olesan campuran gamping dan air kelap, ternyata, meskipun diam bapak selalu menanggapi komplain kami tentang bau badannya yang seperti rokok. Demi mengurangi bau badan akibat rokok, bapak sengaja mengolesi ketiaknya dengan campuran gamping dan air kelapa, terasa perih bila digaruk kata bapak. Kini, setelah bertahun-tahun bapak berhenti merokok beliau tinggal menuai benih yang ditanamnya. Di usia beliau yang ke 78, beliau “ hanya” sakit pencernaan, batuk berdahak yang tak kunjung reda ditambah dengan penyakit tua seperti kurang nafsu makan, cepat lelah. Alhamdulillah Allah menjauhkan bapak dari penyakit berat seperti paru-paru, asma, bronchitis ini mungkin karena kebiasaan bapak yang selalu jalan kaki tiap pagi, dan minum pahitan tiap hari mengurangi gejala penyakit yang mungkin timbul bagi perokok. Satu lagi yang patut disyukuri, dari ketiga anak laki-lakinya dan enam anak perempuannya tidak ada yang menirunya merokok.
Ternyata, pikiran kami tentang bapak bahwa bapak akan tua dengan rokoknya, salah besar. Dengan keinginan dan motivasi yang kuat serta dorongan dari orang-orang terdekat, bapak berhasil berhenti dari kebiasaannya, tentunya hal-hal tersebut akan kurang efektif tanpa adanya kesadaran yang timbul dari diri si perokok sendiri untuk berhenti merokok demi suatu alasan tertentu.
Ternyata, pikiran kami tentang bapak bahwa bapak akan tua dengan rokoknya, salah besar. Dengan keinginan dan motivasi yang kuat serta dorongan dari orang-orang terdekat, bapak berhasil berhenti dari kebiasaannya, tentunya hal-hal tersebut akan kurang efektif tanpa adanya kesadaran yang timbul dari diri si perokok sendiri untuk berhenti merokok demi suatu alasan tertentu.
No comments:
Post a Comment